Senin, 03 Agustus 2015



It was patriotism, not communism, that inspired me.” - Ho Chi Minh



Hari kedua


Saya heran kenapa akhir-akhir ini banyak yang jualan bendera di pinggir jalan, apa lagi ada yang kampanye, apa lagi ada yang bagi baju bergambar wajah orang ganteng bin cantik dengan simbol keagamaan, apa ada lagi yang bagi sembako gretongan yaa. Usut punya usut ternyata sekarang udah bulan Agustus hai sobat kolik. Bulan yang selalu ditunggu oleh saya, kapan lagi bisa jadi panitia agustusan supaya punya kesempatan ambil jatah agar-agar bocah (becanda). Bulan dimana segenap bangsa Indonesia merdeka dari kolonialisme dan pendudukan militer.



(Setelah minum air mineral cukup) Jiwa nasionalisme dan patriotisme rakyat Indonesia sangat besar. Buktinya setiap ada timnas sepakbola dan bulutangkis bertanding, jutaan perhatian tertuju kesana. Tengok juga saat media nasional sibuk memberitakan sengketa dan klaim dari Malaysia. Sama halnya dengan orang Vietnam, punya kenangan yang sama dijajah bangsa lain menjadikan kedua negara ini pacaran (lho). Mengenai nasionalisme, saya pernah disindir teman saya, saya dituduh (cieeelah) condong liburan ke luar negeri, nasionalisme saya dipertanyakan, mirip tanya kelamin (waduh). Saya mengiyakan saja namun saya juga punya jawaban yang kuat. Saya bangga sama teman saya ini, rajin bin tekun binti telaten trekking plus diving di gunung dan laut se-Indonesia Raya. Tidak lupa doi selalu membawa bendera Indonesia di setiap petualangannya, Merah Putih selalu eksis di puncak tertinggi dan di laut terdalam Nusantara. Liburan yang tidak bisa dibilang murah menurut saya.



Jadi jawabannya phone a friend atau 50-50 nehhh? (ente kira kuis). Jawaban penuh cinta (tsaaah) untuk teman kebanggan adalah hobi saya menggunakan batik, jersey timnas Garuda, baju barong ala Bali, bawa Tolak Angin, bawa kretek Gudang Garam Pro Mild, bawa vitamin c merk IPI dan sandal jepit asli buatan Joger kemanapun di luar negeri. Saya membawa itu karena bisa menjadi topik obrolan (ini terbukti sahih!) dan sarana promosi Indonesia di luar negeri.  Dari baju turun ke percakapan, dari percakapan turun ke tukeran kartu nama, dari tukeran kartu nama turun ke DNA (warbiyasakkk, ntap, leh uga tuh). Setiap individu punya gaya masing – masing mengekspresikan kecintaannya pada Tanah Air. Merdeka! 



Kembali lagi ke judul artikel di atas, saya hari ini akan berpetualang ke Cu Chi Tunnels tempat serdadu / gerilyawan Viet Cong berjuang dan ngegaul di hutan, berhubung Cu Chi Tunnels / Dia Dao Cu Chi (versi Vietnam) belum punya laman resmi berbahasa inggris, namun kalau anda tertarik belajar bahasa Viet silahkan lihat disini. Baiklah, saya coba ceritakan pengalaman tempo hari, mari...




Alasan kenapa saya kasih judul artikel ini. Biarpun rame klakson, macet, padat dan kacau dengan motor (mirip Jakarta) tapi saudara saya di Ho Chi Minh City ini sangat menghargai sekali para pejalan kaki dan penyeberang jalan (tentunya nyebrang di zebra cross ya). Mereka semua ngebut namun saat melihat pejalan kaki nyebrang, mereka semua sigap injak rem dan mempersilahkan saya nyebrang, hal langka di jalanan Indonesia. Mereka juga nihil jalan di trotoar. Motor mereka kebanyakan jenis bebek dan skuter, lupain deh bayangan orang dengan motor gede macam Mega Pro, Verza, Tiger, Bison cs yang gaya nyetirnya lebih mahal dari Valentino Rossi di jalanan. Meskipun ekonomi mereka belum sebagus Indo, tempaan disiplin nan keras ala Vietnam yang membentuk karakter mereka jauh lebih bermartabat daripada bikers di Indonesia. Apa kata dunia??



Kompleks Cu Chi Tunnels ini luas, selain kompleks terowongan bawah tanah juga ada kompleks pagoda dan kelenteng untuk mengenang para martir perang Vietnam dll. Setelah melewati pos penjualan tiket ikuti jalan hingga ketemu pagoda di kanan dan parkiran kendaraan di kiri jalan, kompleks terowongan tepat setelah parkiran dan sebrang pagoda (saya kemaren nyasar). Pemandangan awal kompleks terowongan bawah tanah, hutan dimana-mana...



OOTD, outfit of the day Viet Cong 




Perkenalkan ini Mr Han (seragam ijo lumut, mungkin doi jomblo) yang memandu saya selama di hutan gerilyawan Viet Cong. Di sebelah kiri bawah Mr Han, saya kira sarang semut, ternyata itu berfungsi sebagai ventilasi udara gerilyawan, sengaja dibentuk mirip sarang semut.



Satu lagi ketemu yang saya kira (lagi-lagi) sarang semut. Menurut penjelasan Mr Han, ini tempat para sniper. Di tempat nongkrong sniper andalan Viet Cong ini mereka punya teknik tersendiri dalam membidik mangsa, tentara Amerika yang berada dalam jangkauan tidak langsung ditembak mati, tapi ditembak kakinya, otomatis korban akan teriak minta tolong, di saat teman-temannya datang membantu dan semakin ramai, di situlah para sniper menghabisi semua mangsa yang masuk perangkap. Keren!




Semakin saya jauh masuk ke dalam hutan ini, saya menemukan satu lubang kecil ini, kalo tidak lupa fungsinya untuk kabur dari hadangan musuh. Awalnya saya hanya melihat tumpukan daun kering, segera Mr Han menyingkirkan beberapa daun barulah muncul tutup terowongan ini. Tekniknya, sebelum saya kabur kebawah, saya harus mengembalikan daun-daun kering tadi diatas tutup itu.




Sebelum dibuka terlihat normal seperti setumpukan daun - daun muda. Ternyata ini salah satu jebakan Viet Cong yang sangat efektif. Wajar tentara Amerika banyak yang frustasi dan terciptalah film hasil jurus dewa mabok tidak lain tidak bukan yaitu Rambo.





Setelah dibuka. Booby trap, Modyaaar kowe Rambo...




Makanan jaman perang (1), singkong rebus. Di akhir tur saya dikasih ini gratis. Yaoulooo jauh-jauh ke Vietnam makan singkong rebus.




Makanan jaman perang (2), masih dari singkong mirip lepet bentuknya, cuma rasanya tawar dan rasa isinya agak asin. Yaowohhh.



Bukti otentik bahwa dari baju turun ke percakapan. Sebelah kiri saya dua bapak-bapak asal Jepang. Bapak yang paling kanan sempat lama tinggal dan kerja di Indonesia, suka banget bahas Borobudur, waktu tugas kerja di Jakarta abis pulang ngantor sering belanja dan kulineran di daerah Melawai, kompakan kite pak, high five...




Bis umum yang saya tumpangi dari dan ke Cu Chi Tunnels. Sistem bis di Ho Chi Minh City sangat terintegrasi dan yang paling penting tertib. Bis ini hanya akan menaikkan penumpang di terminal dan halte. Apa kata abang Kopaja dan Miniarta??



My bucketlist, Vietnamese fresh spring rolls at Five Oyster resto. Highly recommended.



Ms Dao is preparing. Will come again to Five Oyster!



Saya juga jarang ketemu orang Vietnam yang obesitas, faktor utama mereka langsing bisa jadi ini. Saya sempat nyoba alat ini dan saya coba bandingin dengan fasilitas serupa yang ada di GBK, yang di GBK jauh lebih kreatif banyak coretan Madun sayang Mancung forever luph.



Masih di taman depan hostel sore hari, apa saya kurang ngubek-ngubek HCMC ya, banyak warga HCMC sering mengisi waktu luang di taman ini daripada ke mal. Tua dan muda, olahraga dan seni. Selain mereka main suling, ada sekumpulan anak muda lain yang berlatih nari tradisional, main bulutangkis, seni drama dan break dance setelah pulang sekolah.



"Im still in Saigon, Every time I think I'm gonna wake up back in the jungle" - Apocalypse Now




Tips :

1. Banyak turis yang memilih menggunakan travel untuk menuju Cu Chi Tunnels karena alasan waktu. Saya beruntung punya waktu agak santai, jalan hemat dan mau cari pengalaman naik bis umum HCMC, saya pilih transportasi umum ke Cu Chi Tunnels. Sebenarnya mudah dari depan hostel arah ke kiri kemudian cari halte terdekat, naik bis 13 > dua jam perjalanan transit > naik bis 79 (tulis di kertas dan tunjukkan ke supir dan kenek "Dia Dao Cu Chi") Saya kemarin salah ke Terminal dekat Ben Thanh Market dulu dari hostel, disana saya tanya sama anak sekolah dan petugas, jawaban macem - macem dan jawaban kami masing - masing saya tulis di kertas (kendala bahasa). Jadi saya kemarin naik bis 20 > 13 > 79. Bis 20 ini ternyata cuma mengantarkan saya balik lagi ke arah depan hostel (cape deh). Harga tiket bisnya jauh lebih murah daripada ikut travel, sekitar 7000vnd & 5000vnd (Rp3500 & Rp2500) sekali jalan dengan bis dilengkapi AC. Harga travel di jalan Pam Ngu Lao sekitar 4 USD. Harga tiket masuk Cu Chi Tunnels 90.000vnd sudah termasuk pemandu wisata.


2. Berpetualang di terowongan bawah tanah Cu Chi saran saya gunakan sendal jepit dan celana pendek saat berpetualang di Cu Chi Tunnels, saya jamin nyaman. Ada pasangan kekasih tiba-tiba tunjuk kaki saya, saya ga ngerti mereka ngoceh bahasa apa, ternyata si kakandanya pake sepatu kinclong plus jeans. Mereka tanya beli sendal dimana. Saya jawab aja di toko kelontong bang Malik (tapi boong).


3. Selama di kompleks terowongan saran saya jangan terlalu jauh dari pemandu, bahasa inggrisnya kurang jelas (mungkin doi ga sedia toa apa kuping saya soak). Pemandu saya di awal tur sudah mewanti-wanti agar tidak terpisah dari rombongan. Hutan ini luas tambahnya... Bagi penderita asma tidak disarankan masuk ke dalam terowongan bawah tanah. Bawa air mineral dan kaos wajib hukumnya.


 4. Sejak awal pertama kali tiba di negeri orang, untuk keperluan komunikasi saya hanya membutuhkan free wifi di hostel. Umumnya wifi gratis ini sudah jadi standar setiap hostel, disamping lebih hemat dibanding beli nomor lokal.

0 komentar:

Posting Komentar