Jumat, 21 Agustus 2015



“Aku ingin kamu bisa, menghadapi segalanya” Ello – Indonesia Bisa



Sebenarnya pengalaman liburan ke Belanda ini mirip dengan pengalaman saya mudik ke kampung halaman di Kudus, Solo & Yogya. Apa pasal? Dimulai saat di ruang tunggu terminal internasional SHIA (lebih suka bahasa ini daripada Soetta) sebelah saya wanita Indonesia keturunan Tionghoa asal Jetis, Yogya yang berencana mempersiapkan pernikahan secara katolik dengan calon suaminya yang juga WNI di Den Haag. Satu lagi, saat transit di Dubai, saya lagi ngobrol dengan adik tentang musim ibadah haji saat itu, tiba – tiba ada mas gondrong nyeletuk nimbrung ngobrol, setelah dikorek doi seorang wartawan musik dan berencana mau mewawancari salah satu musisi lama Indonesia yang menetap di Belanda, saya lupa nama musisi itu. Tidak lupa mbak dan mas tadi memberikan saran-saran untuk saya selama tinggal di Belanda. What an Indonesian connection.



Akhir agustus 2014, setelah lebih kurang empat belas jam nongkrong di pesawat terbang dan mendapatkan pengalaman dijutekin pramugari bule Emirates (maaf rasis tapi fakta berkata demikian), saya tiba di Belanda. Saya tiba sekitar jam delapan malam waktu Amsterdam. Berikut pengalaman wong ndeso blusukan, liburan dan backpackeran di Belanda, Negeri Kincir Angin (bukan negeri masuk angin ya). 




Pikiran saya langsung menerawang jauh saat pejuang HAM Indonesia, almarhum Munir diracun di udara (May he Rest In Peace) dan jenazah beliau sempat diurus oleh petugas Marechausse bahasa gaulnya Marsose di Schiphol, kalau tidak salah mereka polisi militer Kerajaan Belanda. Sebelum saya memilih antrian imigrasi, kompeni yang sebelah kanan ini tiba – tiba langsung menyapa dan membuat perasaan kemrungsung karena jetlag saya sirna, saya bangga, senang dan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Belanda. Holland feels like home

Marsose : Indonesia? Selamat Malam. (sambil mempersilahkan saya antri di loket yang dia  sarankan, sakti banget doi langsung tau saya WNI padahal batik tertutup coat)
Saya       : Yep, Selamat Malam. Terimakasih, Dank u  (siapa yang tidak senang disapa dengan bahasa Ibu)



Itu masih satu dari tiga petugas bandara Schiphol yang sangat ramah dan friendly yang saya temui di hari pertama saya tiba di Amsterdam. Setelah menunggu, giliran saya menyerahkan paspor dan ditanya oleh petugas imigrasi.

Imigrasi : Selamat Malam. Apa kabar? (senyum tulus, kalah petugas imigrasi SHIA)
Saya     : Selamat Malam, very good and you Sir?
Imigrasi : Me too! How long will u stay in Amsterdam? And where u want to stay?
Saya     : Four days, near Vondelpark.
Imigrasi : Vondelpark?! Why your dad can not join with you? (jawaban saya kurang jelas jadi doi agak curiga, Vondelpark suka dijadikan kaum muda untuk seks bebas)
Saya     : I mean in hostel close Vondelpark, Stayokay Vondelpark. He is working in  Jakarta.
Imigrasi : (menganggukan kepala dan memberi cap di paspor) Enjoy Amsterdam! Terimakasih. Selamat Malam
Saya     : Dank u, goedenamiddag



Setelah klaar dicap imigrasi londo, eike langsung ke bagian pengambilan koper, setelah itu tanpa spik nabi langsung tanya petugas dekat pintu keluar terminal bandara.
Saya                       : excuse me, do you know where I can buy GVB public transport card in Schiphol?
Petugas                   : Ah, it is located outside this terminal, on shopping area next tourist info centre.
Saya                       : Dank u meneer, Thank You
Petugas                   : Terimakasih (lah nemu lagi petugas yang sakti mandra Si Doel)




Beli kartu GVB sudah, saatnya mencari bis ke hostel, saya melihat banyak jalur bis setelah pintu keluar Schiphol, nama daerah ini Schiphol Plaza. Tujuan saya ke arah Vondelpark, saya sempat salah berdiri di jalur lain (paling dekat dari pintu keluar bandara). Setelah tanya Marsose yang sedang merokok ternyata bis ke Vondelpark di jalur B9 (lebih pasti tanya lagi disana, seingat saya jalur yang paling jauh, dekat papan LED)




Pengalaman pertama turun dari bis di halte Rijksmuseum, saya disambut angin malam Amsterdam nan dingin, mata kunang-kunang dan mirip anak ilang. Tampar pipi kanan - kiri masih belum percaya udah di Amsterdam. Daripada larut dalam kedinginan malam, saya bertekad cari alamat hostel. Selama jalan kaki dari halte ke hostel saya ketemu ini. Setelah ngintip kepo liat harga semangkuk sayur lodeh hangat, tiba – tiba perut saya jadi mules. Muahal bokkk.




Ini penampakan kartu transportasi GVB, ada yang untuk 24 jam, tiga hari sampai satu minggu, sesuaikan dengan kebutuhan. Kartu ini selain relatif terjangkau juga sangat memberikan kemudahan bagi saya, kartu ini bisa digunakan sampai jebol kemanapun seantero Amsterdam di bis, tram dan metro bertanda GVB sesuai jangka waktu. Misal dengan kartu 24 jam saya tap in pertama di bis, tram atau metro jam sembilan pagi, maka kartu ini akan tidak berlaku di jam sembilan pagi keesokan harinya, beda dengan kota besar lain di Eropa. Kartu ini bisa didapatkan di Schiphol, Amsterdam Centraal, kondektur di dalam tram dan di setiap stasiun subway lewat mesin, mesin ini menerima uang kertas dan koin,  jika bingung minta bantuan petugas. 




Udad-udud sek rak wes mumpung ning Amsterdam. Ini saya belagu banget, jam tujuh pagi udah kinclong en merokok di luar hostel cuma pake jersey timnas. Setelah wifi di handphone dinyalakan saya baru tau ternyata suhunya 10 derajat celcius! Dingin banget! Stayokay Vondelpark




Merokok klaar, ting tong jam setengah delapan pagi waktunya sarapan. Hostel saya menyediakan sarapan gratis dan yang paling penting all you can eat. Ada bacon (non-halal), smoke beef, telur rebus, roti tawar + keju + selai berbagai jenis, sereal, susu, pear, apel, orange, jus apel, jus orange, kopi, dan teh semuanya turah-turah. Ga heran saya balik Indo berat badan naik, susunya cocok. Umumnya hostel di Eropa menerapkan self service, setelah makan semuanya dikembalikan ke rak biar dicuci petugas hostel. Dasar wong ndeso!




I amsterdam. Dari hostel ke Rijksmuseum deket koq. Jalan kaki bisa, sekalian olahraga pagi. 




Londo cilik study tour ke Museumplein.




Heineken Experience. Wajib hukumnya kesini. Deket juga dari Museumplein, lagi – lagi jalan kaki. Menurut saya bir itu cuma ada dua, enak dan enak banget. Enjoy Responsibly.




Dari Heineken Experience saya ke tempat penukaran uang di daerah Dam Square (alun – alun Amsterdam) naik tram buat mecahin 500 euro. Klaar tuker uang lanjut jalan kaki ke daerah Nieuwmarkt Square dekat stasiun metro buat makan siang. Sempat kepikiran beli ikan hering cuma koq ekstrim banget ya meskipun saya doyan banget seafood. Akhirnya beli ayam panggang seharga 3 euro ini di salah satu PKL, di foto terlihat kecil tapi sanggup buat dua orang, endang bambang lah bisa jadi pesaing Ayam Goreng Suharti.  




Stasiun Metro Nieuwmarkt. Dari sini saya naik metro menuju stadion Amsterdam ArenA, bisa turun di stasiun Strandvliet dan Bijlmer ArenA. Hanya ada metro nomor 54 Yellow Line langsung tanpa transit dari Nieuwmarkt ke Strandvliet/Bijlmer. Stasiun Strandvliet dekat dengan tribun utara stadion (Noord), sebaliknya Bijlmer dekat tribun selatan stadion (Zuid).




Suasana di dalam metro Amsterdam, kalau diperhatikan tidak tersedia pegangan di atas kepala. Penumpang metro disini tidak ada yang pura – pura tidur dan mereka sigap memberikan tempat duduk bagi orang yang memiliki perhatian khusus (manula, ibu hamil, ibu dengan balita dan handicap), pemandangan langka di Commuter Line Jabodetabek. Nyokap saya belum tuir – tuir banget justru dikasih tempat duduk sama kompeni.



Amsterdam ArenA. Karena saya dan adik cinta sama olahraga yang namanya sepakbola jadi saya sempatkan ke stadion ini, stadion ini banyak melahirkan legenda sepakbola dunia dan Belanda, Johan Cruyyf, Frank Rijkaard, Frank de Boer dan Patrick Kluivert. Saya berharap pesepakbola muda Indonesia, adik kita Tristan Alif suatu saat bisa membela tim senior Ajax.




 
Amstelpark. Terkenal dengan sungai Amstel, patung Rembrandt dan taman yang tenang, sangat tenang, saya jadi punya khayalan tingkat tinggi bisa punya flat di daerah ini (Aminnn). Dari Amsterdam ArenA jalan ke stasiun Strandvliet/Bijlmer > naik Metro 50 Green Line > turun Station RAI > Naik bis GVB nomor 62 > turun halte Nieuw Herlaer > jalan ke Amstelpark. Di depan station RAI ada halte yang saling bersebrangan, saya bingung dan tanya mahasiswi disana halte mana yang ke halte Nieuw Herlaer. Halte disana saya perhatikan juga memberikan informasi yang sangat jelas dimana posisi kita dan halte mana saja yang akan dilalui.




Gambar diatas setelah kami turun halte Nieuw Herlaer, cari ring road kemudian ambil kiri melewati jembatan kecil untuk menuju Riekermolen.




De Riekermolen. Banyak turis pastinya ingin melihat Kincir Angin saat liburan di Belanda. Mayoritas memilih pergi ke Zaanse Schans. Saya lebih memilih Riekermolen karena lingkungan di sekitar sini sangat tenang dengan suasana pedesaan Belanda dilengkapi dengan patung Rembrandt. Selain kami saat itu, saya bertemu dan berkenalan dengan pasangan suami istri yang sudah cukup tua dari tanah Bavaria, Munich. 




Nice ad. Ketemu iklan ini di stasiun Amsterdam Centraal. Banyak yang merasa risih dan jijik berkunjung ke Amsterdam, karena di kota ini segala hal dibuka secara jelas terutama tentang seks dan kaum LGBT, tapi menurut saya Amsterdam sangat cantik dan memberikan banyak pelajaran berharga, tergantung dari sudut pandang mana yang dilihat. Centraal Station




Anne Frank Huis. Tempat persembunyian seorang gadis kecil keturunan Yahudi saat invasi tentara Jerman di Belanda. Saya cuma niat foto tempat ini dari luar, saya sudah baca tentang bukunya menurut saya biasa saja. Tapi kenapa banyak bule yang antri ya?




Narsis dulu. Klaar seharian keliling Amsterdam, sore saatnya balik ke hostel. Saya naik tram dan bis lewat pintu depan sedangkan pintu tengah dan belakang untuk turun.




Begini cara tap in tram di Belanda, tunggu sampai lampu berubah hijau.





Tips :

1. Setibanya disebuah kota baru, wajib hukumnya cari peta gratis. Bandara Schiphol tidak tersedia peta gratis, peta gratis yang lengkap bisa diambil di stasiun Amsterdam Centraal diterbitkan oleh badan transportasi kota yaitu GVB, hostel juga menyediakan peta gratis.

2. Transportasi. Untuk transportasi dari dan ke bandara terdapat dua jenis bis yang berbeda, aerobus swasta seperti Connexxion dengan bis warna hijau dan milik publik seperti GVB dengan bis warna biru. Pengalaman pertama saya naik bis di Amsterdam sempat salah (faktor jetlag), setiba di Schiphol saya main nyelonong masuk bis Connexxion, ternyata kartu GVB saya tidak berlaku, karena alasan sudah malam dan lelah saya memutuskan naik ini saja, tiket dijual pak sopir seharga 5 euro.

3. Makan Minum. Makan siang saya kemarin banyak beli lauk di PKL sekitar Amsterdam (ambil banyak roti dan buah dari hostel), Burger King dan coba makan spare ribs all you can eat dengan harga 11 euro di daerah Ledseplein (samping Burger King). Bawa tumbler untuk wadah air mineral selama di Eropa, benar kalau air keran di Eropa sudah layak minum, saran saya jika menemukan drinking water spot ambil dari sana dijamin lebih segar. Saya menemukan satu tempat drinking water di dekat pintu masuk Vondelpark.

4. Sepatu running. Ini benda berguna banget buat saya yang memilih banyak berjalan kaki selama di Eropa, nyokap saya pilih sepatu keds hasilnya kaki lecet-lecet. Usahakan tau bahasa lokal minimal “permisi” dan “terimakasih” hal ini sangat membantu.

5. Amsterdam relatif lebih manusiawi dari yang namanya scam atau jebakan bagi turis dan copet. Saya sebagai murid kesayangan Bang Napi harus tetap waspada meskipun di Eropa, saya selalu taruh tas di bagian depan, selalu berdiri di belakang nyokap dan adik dan saling mengawasi (mirip banget intel). Di dalam tas saya hanya membawa fotokopian paspor, paspor asli saya taruh ransel yang sudah digembok di hostel.

6. Perhatikan langkah sebelum menyeberang jalan. Lihat lampu penyeberang jalan dan patuhi. Jangan melawan tram dan sepeda saat lampu pejalan kaki menyala merah. Selain itu tekan tombol saat ingin menyeberang. Karena kelewat asik ngobrol saat ketemu kawan lama di Amsterdam, saya hampir ditabrak sepeda noni Belanda di depan pintu masuk Vondelpark (maafkan saya noni cantik, saya kelewat ndeso).

7. Cuaca, Suhu di Amsterdam saat siang hari sangat sejuk. Saat malam hari saran saya bawa coat, hembusan angin sangat dingin. Saya kesana awal September.

0 komentar:

Posting Komentar