“Baby went to Amsterdam, four five days on the big canals and slow slow”
Peter Bjorn & John – Amsterdam
Setelah punya banyak
cerita bertemu dan kenalan dengan orang Indonesia di kota – kota besar Eropa, kembali
lagi ke Belanda, rumah kedua eike (mau lo? mau ngarep!). Pengalaman tak ternilai ini akan eike bagikan kepada anak cucu nanti (dasar uzur tuir), ternyata banyak sekali orang Indonesia tinggal di luar
negeri dan berkarya sesuai talenta masing – masing. Eike punya ide, eike akan
membuat program kerja membangun 1000 Indonesia
Town dan warteg di luar negeri
besok kalau terpilih jadi Presiden RI.
Eike paham kenapa di Belanda mudah banget ketemu orang Indonesia (tapi
pada gak bawa bendera OI om Iwan Fals
ya) dan keturunannya, sepengetahuan eike
dulu tentara KNIL dari divisi Ambon dan Manado dijanjikan pekerjaan mentereng oleh
tentara Belanda saat terjadi gejolak (cieelah)
di badan Tentara Rakyat. Namun pihak Belanda tergolong raja terakhir masalah
PHP, setelah diboyong ke Belanda mereka justru dibohongi dan akhirnya menetap
disana, bekerja ala kadarnya hingga berkeluarga.
Eike naik kereta malam dari Berlin untuk kembali ke Amsterdam, kereta yang eike tumpangi tempat duduknya mirip
kereta kelas ekonomi di Indonesia (bedanya kursinya sedikit lebih nyaman dan tidak
terlalu berisik di kabin) pegel juga tapi yang penting harganya terjangkau. Beruntung
banget, tiga orang di satu kamar semua turun di Koln / Cologne, bisa memanjakan
kaki dari Koln ke Amsterdam. Sebelum eike
semakin ngelantur ngalor-ngidul, berikut
cuplikan (cieelah) pengalaman liburan
eike di Belanda sebelum nasi uduk dan
rawon memanggil untuk pulang kembali ke rumah…
Goedemorgen Amsterdam, Venice
of the North…
Tadaaa, majikan foto bareng inlander.
Saat mau check in lagi di Stayokay
Vondelpark dilayani noni asli londo ini. Kaget waktu doi menjelaskan nomor kamar dengan
menggunakan bahasa Indo! Setelah dipuji bahasa Indonesianya bagus doi hanya jawab “sedikit-sedikit”. Ms
Wendy Bosma namanya, ternyata pernah keliling Kalimantan tertarik banget liat keluarganya
para koruptor sang Orang Utan dan Bekantan.
Blusukan pertama sempatkan liat kapal dagang VOC dan museum maritim
Kerajaan Belanda. Setelah liat kapal di sebelah ujung kiri sana, pikiran jadi
ke arah hantu Flying Dutchman di kartun Spongebob. Hetscheepvaartmuseum
Ik javaans. Mampir kesini dulu kali aja ditawarin minum teh manis
hangat tiap lewat satu rumah ke rumah lain sembari leyeh-leyeh (ente kira
lagi KKN).
Toko di sebrang
halte Javaplein ini rame banget bule
(para bule pesen jamu apa wedang
ronde niy), belum sempat nyoba. Ternyata suku baduy diijinkan juga keluar dari kampung
oleh ketua adat, jualan jauh banget sampe Amsterdam dan dagangannya laku!
Banyak sekali nama
jalan di daerah Indische Buurt yang sangat familiar di mata orang Indonesia. Selain
Makassarstraat, juga menemukan nama jalan Sumatra, Bali, Riouw, Atjeh, Madura,
Gorontalo, Soembawa, Ternate dan masih banyak lagi. Banyak juga resto khas
Suriname yang menunya juga familiar di lidah. Makan burger di kedai milik orang India yang menyediakan saus sate. Mudah
bertemu orang Indo di Amsterdam namun anehnya di daerah ini sulit menemukan
orang yang berwajah Indo, kebanyakan justru wajah khas Maroko.
Niatnya mau cari
oleh – oleh lucu di Dappermarkt tapi ga ketemu, pasar tradisional yang
disebrangnya ada warung Indonesia Sranang Makmur dan juga dekat dari Flevopark.
Kalau mau liat para bule belanja ke
pasar tradisional silahkan datang kesini. Banyak macam yang dijual mulai dari
baju bekas, ikan asin khas londo,
kelapa bakar, keju, sayur kol bentuk segitiga, daging sampai bayi (canda).
Setelah klaar gerebek pasar tradisional khas londo, saat menunggu tram di halte Dapperstraat ada seorang ibu (bangsa latin) bertanya, kirain doi modus mau nyopet ternyata doi menunjukkan surat undangan dari klub Ajax Amsterdam, ibu tadi berencana menonton pertandingan promosi anaknya ke tim junior / Jong Ajax, terangkan jalur menuju stadion (maklum Belanda Depok) dan ibu itu mengucapkan terima kasih. Katanya doi sempat kebingungan mau tanya siapa sampai akhirnya melihat saya sedang menggunakan baju bola. Football is a universal language…
Setelah klaar gerebek pasar tradisional khas londo, saat menunggu tram di halte Dapperstraat ada seorang ibu (bangsa latin) bertanya, kirain doi modus mau nyopet ternyata doi menunjukkan surat undangan dari klub Ajax Amsterdam, ibu tadi berencana menonton pertandingan promosi anaknya ke tim junior / Jong Ajax, terangkan jalur menuju stadion (maklum Belanda Depok) dan ibu itu mengucapkan terima kasih. Katanya doi sempat kebingungan mau tanya siapa sampai akhirnya melihat saya sedang menggunakan baju bola. Football is a universal language…
Multatuli Museum. Saat
pelajaran di sekolah dasar nama Edward Douwess Dekker mulai dikenalkan. Max
Havelaar adalah karyanya yang fenomenal, buku ini menceritakan kebusukan
pemerintah kolonial Hindia Belanda dan membuat malu Ratu Wilhelmina saat itu. Sayang,
Edward meninggal sebelum Republik merdeka. Banyak melihat koleksi tentang karya
dan pemikiran beliau disini.
100% worldwide legal gundulmu alus le! Ini masih illegal di Indonesia.
Niat banget bule ganja sampe dijadiin
permen.
Ketemu lambang ini
di salah satu toko souvenir, Keren!
Klompen unik
ini di salah satu toko oleh – oleh daerah Leidseplein, samping Nutella house.
Ternyata klompen ini jadi ide dibentuknya sepatu khas jawa alias selop.
Spare ribs all you can eat yang saya
ceritakan di artikel (bagian satu) sebelumnya. Hanya spare ribs yang bisa dimakan sampe bloon, tidak berlaku untuk minuman (pilih Heineken / minuman soda)
dan kentang (french fries / mash potato). Cowok yang berkacamata hitam
diatas itu gay, gay di Amsterdam ini punya ciri khas, mereka umumnya memakai baju
ketat model v-neck dan di telinga
kanan menggunakan anting.
Kawan lama saat
kuliah ini rela jauh – jauh datang dari Nijmegen cuma buat reuni dan ngobrol sore
seru. Ngalor-ngidul ngoceh dari hal
serius ke hal ga penting dimulai dari tujuan hidup, sepakbola, aktifitas, ganja, pelayan
resto yang seksi, dan pacar jaman kuliah. Sebelah kami bule Israel (berflanel) yang tidak tau letak Indonesia ada dimana
dalam peta dunia (saya langsung bilang ke mereka asuloleee). Pelayan di toko spare
ribs all you can eat ini mbak – mbak seger ala restoran hooters di Amerika.
Selagi di Amsterdam,
selagi ketemu sohib lama, selagi muda, sudah seyogianya kita memulai
petualangan di Red Light District.
Banyak sekali keajaiban dunia disini, mulai dari objek, peralatan penunjang, hingga
restoran berbau esek-esek. Semua mbak-mbak seger berjualan di etalase mirip di showroom mobil, mayoritas dari bangsa
Ceko, Kroasia, Rumania, Hungaria, Bulgaria dan Ukraina (sumber dari surga
dunia) Setelah selesai dari tur ini kami tertawa lepas sampe mau nangis, kami
dibuat kagum sama tempat ini, kita sepakat rasanya telah terlahir kembali dan
menjadi perawan lagi. Sengaja menggunakan baju merah sambil ngarep mbak - mbak tadi narik dan
bilang dapat diskon (canda) dari harga normal 50€.
Anak Menteng nih lagi mejeng di Amsterdam. Pulang kampung nih, Sateee, Baksooo, enakkk…
Bang enak banget bang
naik kanal di Amsterdam, iya neng
sini abang rangkul biar anget.
Adik saya reuni juga
sama teman kecilnya di sekolah dasar yang rela datang dari Den Haag. I will kill you Bimo for one big reason…
Tips :
Berkunjung ke dappermarkt agar lebih berhati – hati dengan copet.
Sebelum merokok
saran saya tanya sebelah kanan atau kiri terlebih dulu, apa mereka tidak
keberatan.
Jangan pernah
memfoto mbak – mbak seger yang sedang beraksi di showroom Red Light District,
selain itu boleh.
Coffee shop di Belanda tidak sama seperti kedai kopi / warkop yang
banyak ditemui di Indonesia. Coffee shop
di Amsterdam adalah tempat untuk menikmati daun ganja kering / nyimeng. Kecuali starbucks en starling (starbucks keliling)
0 komentar:
Posting Komentar